Mengenal
Pesantren Nusantara MTI
Tanggal 17
Agustus 2011. Atau, tanggal 17 Ramadlan 1432. Ma’had TeeBee Indonesia (MTI)
–yang berdiri pada 1 Muharram 1417-- membulatkan tekad menjadi Pesantren
Nusantara. Yang selanjutnya disingkat PeNUS. Perubahan yang terus
terjadi merupakan tuntutan jaman. Bahwa, MTI harus terus berkembang menjadi
sebuah lembaga pendidikan non profit yang mandiri dan berwawasan Nusantara. Yang
mampu melahirkan generasi Indonesia
terdidik keagamaan dan keberagamaannya, dengan akhlak dan adab Islam yang kuat.
Sehingga nanti bakal lahir para pemimpin muda dan usahawan muda. Yang siap
meneruskan estafeta kepemimpinan negeri ini. Di samping menjadi para ulama yang
mandiri. Bukan sekadar tokoh agama yang pandai bercuap-cuap dan pandai
mengajukan proposal. Atau, yang mengikuti “angin pasar”.
MTI ada dua –sementara ini. Satu di Surabaya. Yang lain di
Tuban. Yang di Surabaya
memfokuskan diri pada pemberdayaan intelektual, leadership, dan
enterprenuership. Adapun yang di Tuban. Memfokuskan pada keilmuan dan keahlian.
Baik yang di Surabaya
dan yang di Tuban basis pendidikan dan pembelajaran, berbasis pada akhlak dan
adab Islam. Namun demikian juga berketetapan hati pada quantum dan kompetensi.
Guna mendapatkan percepatan dalam penguasaan dan pemahamaan keilmuan.
Satu hal yang membedakan dengan yang lain. PeNUS MTI sejak awal
berdirinya sudah menetapkan kebijakan. Semua shantri mukim harus dapat menulis
dan menyusun sebuah buka. Bukan maksud apa-apa. Hal itu guna menjawab krisisnya
ulama yang dapat menulis. Sebuah kenyataan di negeri ini. Mereka yang
dikategorikan ulama --entah apa saja
sebutannya-- rata-rata pandai berbicara
(berpidato). Namun tidak dapat menulis. Padahal kekuatan menulis dapat menjadi
sarana: dakwah, tarbiah, dan jihad yang hebat.
Logikanya sederhana. Untuk dapat menulis.
Seseorang harus dapat berbahasa Indonesia
secara baik lagi benar. Penguasaan bahasa Indonesia bakal mendorong untuk
mempelajari bahasa asing, utamanya bahasa Arab dan Inggris.
Selama ini untuk yang mengampu bahasa Arab diamanahkan kepada
Guru Muda al-Ustadz Muhammad Mahsun Maftuhin at-Tubany. Sedangkan untuk bahasa
Inggris diampu oleh Guru Muda al-Ustadz Yusuf. Adapun untuk penulisan bahasa
Indonesia diampu oleh al-Ustadz Wadud.
Prinsip di MTI. Shantri yang sebenarnya adalah setelah hidup di
masyarakat. Bukan ketika di pondok (ma’had). Mampukah seorang shantri di
masyarakat menjadi “agen perubahan” atau menjadi “blantik budaya”. Semua itu
sangat ditentukan oleh: akhlak, adab, ilmu, keahlian, dan keyakinan.
Sudah menjadi kelaziman, bahwa seorang shantri harus paham
benar ilmu pengetahuan. Di samping harus menguasai alat untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan. Ukuran pandai bukan sekadar dia pinter bercakap bahasa asing, atau
menerjemah bahasa asing. Tetapi sejauhmana dia berperilaku dan bersikap sesuai
dengan tata nilai Islam dan ilmu yang dikuasainya. Sebab, disebut orang alim
apabila dia beramal sesuai dengan ilmunya.
Demikian halnya dengan para jamaah MTI. Mereka juga dituntut
secara sadar untuk komitmen dan konsisten dengan segenap garis perjuangan MTI.
Yakni, melakukan pribumisasi Islam dengan rahmatal lil alamin yang berwawasan
Nusantara. Komitmen untuk melahirkan generasi Islam yang mencintai bangsa dan
negaranya. Sebagai wujud syukur kepada Tuhan YME. Karena telah ditakdirkan
menjadi orang Islam Indonesia .
MTI Tuban fokus kegiatan pada pendidikan dasar, menengah, dan
umum. Itulah sebabnya, MTI bergandeng tangan dengan lembaga pendidikan yang
lain.
MTI Surabaya fokus pada perjuangan pribumisasi nilai-nilai dan
ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Melalui berbagai kajian, diklat, out
bond, kepenulisan, dan kewirausahaan.
Kajian. Secara rutin di MTI Surabaya diselenggarakan kajian rutin
setiap hari: Senin pagi (05.00-06.15 wibb); Rabu pagi (05.00-06.15 wibb); Jum’at
pagi (05.00-06.15 wibb); Sabtu pagi (shalat subuh berjamaah sampai 07.00 wibb);
Ahad pagi, sementara ini, khusus buat para ibu dan remaja putri (09.00-10.30
wibb); dan Selasa malam, sementara ini, khusus buat remaja putra dan
bapak-bapak (20.00-21.30 wibb).
Adapun yang dikaji meliputi: Iman, Islam, dan Ihsan. Dengan
fokus bahasan: Hablum minallāh (aspek teologis); Hablum
minan-nās (aspek humanis); dan Hablum minal ‘alam (aspek
ekologis).
Sedangkan referensi wajib: al-Qur`an; Kitab Riadlush Shalihin;
Kitab al-Adzkar; Kitab Mukhtarul Ahadis; Kitab Matjarur Rabih; Kitab Bulughul
Maram; Kitab Umdatul Ahkam; Kitab Hikam; semua buku yang ditulis alfaqir; dan
semua buku yang terdapat di Perpustakaan MTI.
Untuk menambah Wawasan Kebangsaan shantri dan jamaah. Sebulan
sekali pengajian “Bening Hati Untuk Indonesia” (BHI). Dengan bahasan Ngaji:
Tauhid; Pendidikan; Kesehatan; Kebangsaan; dan Lingkungan Hidup.
Diklat. Guna menambah kemampuan dan keahlian shantri dan jamaah. Di
waktu-waktu tertentu diselenggarakan diklat: Pekubur; Pra-Wedding; Jurnalistik;
Dai & Khatib.
Out bond. Pendidikan di alam terbuka juga dilakukan, agar shantri dan
jamaah semakin mencintai alam Indonesia .
Di samping antara shantri dengan jamaah semakin menyaudara. Perlu diketahui,
prinsip persaudaran dalam MTI adalah “Persaudaraan Tanpa Tepi”.
Kepenulisan. Shantri dan jamaah diajak untuk berdaya dengan melakukan
dakwah, tarbiah, dan jihad dengan menulis dan menerbitkan secara berkala.
Seminggu sekali menerbitkan Lembar Jum’at Nasional al-Fath. Sebulan sekali
menerbitkan Majalah MAYAra dengan sistem donasi. Di samping buku-buku karya
shantri dan jamaah yang telah lolos uji di depan para guru besar dan guru muda
MTI.
Kewirausahaan. MTI mengajak bersinergi dalam usaha dan dagang.
MTI memiliki cabang usaha air benOmari dan Toko BENZEN. Di samping mengoordinir
usaha para shantri dan jamaah MTI yang tersebar di mana pun berada. Asal dia
mendaftarkan diri. Maka, MTI melakukan pengenalan pada segenap jamaah dan
publik.
Healing. Dua kali healing umum dan setiap pagi healing dengan shantri
mukim. Adapun yang bersifat umum. Siapa pun boleh datang. Tidak ada sragam
tertentu. Harinya Jum’at. Waktunya jam 16.30 wibb. Juga, pada hari Sabtu yang
dimulai dengan shalat subuh berjamaah.
Shantri mukim MTI digemblem dengan sistem HBQC (Human Boarding
Quantum & Competency). Selama 24 jam shantri harus mampu secara mandiri
mengatur diri sendiri. Tujuannya, supaya shantri sesegara mungkin menemukan
dirinya sendiri. Sehingga dalam waktu yang relatif singkat dia sudah melakukan quantumBELIEVING.
PeNUS MTI menekankan pada kuatnya Pembelajaran Sifat (Character
Learning). Sehingga shantri dapat dengan cepat melakukan akselerasi pada
terjadinya Perubahan Perilaku (Behavior Tranformation). Utamanya
perilaku di dalam: Meng-Allah-kan Allah; Me-manusia-kan Manusia; dan
Meng-alam-kan Alam. Sehingga lahir sosok pribadi shantri unggul masa depan,
yakni shantri yang senantiasa: Menomor-satukan Allah; Jujur; dan Ikhlas (Triangle
Force).
Memang tidak mudah untuk mewujudkan gagasan itu. Tetapi, dengan
terus memberikan keteladan dan menjaga kebersihan (halal-thayyib-barokah)
rizeki. Semoga Allah ta’ala menolong kami semua.
Setidaknya. Sudah ada para shantri mukim yang sudah diterima
masyarakat. Juga, para jamaah yang peran dan kiprahnya diterima masyarakat
luas.
Tetapi juga ada yang drop out
--banyak sebab yang melatar-belakangi memang. Yang sebenarnya mereka
tidak mampu mengikuti thawwaf PeNUS MTI. Apakah dia itu shantri mukim, atau
para jamaah yang tidak lagi mengaji di Program Kajian MTI.
Apabila Anda ingin mengenal PeNUS MTI. Jangan bertanya kepada
siapa pun. Apalagi bertanya kepada mereka yang telah drop out. Pasti dia tidak
pernah memahami sistem dan siklus dakwah-tarbiah-jihad PeNUS MTI yang terus
berkembang, dan berubah menjadi lebih progress and dynamic.
Tetapi, dengan niat yang benar lagi lurus bergabunglah dengan
menjadi: Pelanggan Lembar Jum’at al-Fath; Donatur Majalah MAYAra; dan Membeli
buku-buku terbitan Duta Ikhwana Salama. Atau, ingin gratis kunjungi www.mayara.tk. Tak kenal maka tak sayang! [ ]